Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu momen penting dalam sistem demokrasi di negara kita. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah melakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam proses pemilihan. Di tengah persiapan Pemilu 2024, peran perempuan semakin diakui dan didorong untuk turut serta aktif dalam penyelenggaraan pemilihan umum.
Peran perempuan dalam pemilu tentu bukan hanya sebagai pemilih saja tetapi bagaimana bisa berkiprah baik sebagai penyelenggara pemilu ataupun peserta pemilu. Sejumlah regulasi sudah mendukung kiprah perempuan dalam Pemilu baik sebagai penyelenggara maupun sebagai peserta pemilu yang artinya tinggal dukungan sejumlah pihak untuk mengimplementasikannya.
Dalam UU No.2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengatur bahwa partai politik harus menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian maupun kepengurusan di tingkat pusat dan di tingkat daerah. Dalam UU 7 Tahun 2017 Pasal 245 diatur bahwa Daftar Calon Legislatif yang diajukan oleh Partai Politik memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30%. Mestinya dengan dukungan regulasi tersebut lebih banyak perempuan yang berkiprah di parlemen. Namun data menunjukkan bahwa capaian keterwakilan 30% perempuan di parlemen baik di tingkat pusat , provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota masih belum terpenuhi. Di tingkat MPR RI, terdapat 161 perempuan (23%) dan 550 laki-laki (77%) dari total anggota. Hal serupa terjadi di DPR RI, dengan 119 perempuan (21%) dan 456 laki-laki (79%). Sedangkan di DPD RI, terdapat 42 perempuan (31%) dan 94 laki-laki (69%).
Lebih lanjut, keterwakilan perempuan kurang dari 30% juga terlihat di tingkat daerah. Di DPRD provinsi, terdapat 391 perempuan (18%) dan 1816 laki-laki (82%). Di DPRD kota/kabupaten, jumlah perempuan adalah 2647 (15%), sedangkan laki-laki mencapai 14693 (85%). Sedangkan Pada Pemilu 2019 lalu, data menunjukkan bahwa jumlah pemilih perempuan di dalam negeri mencapai 92.929.422, dan jumlah pemilih laki-laki di dalam negeri mencapai 92.802.671. Perbedaan jumlah pemilih perempuan dan laki laki tidak signifikan, tetapi keterpilihan perempuan di parlemen yang belum mencapai ambang keterwakilan perempuan 30% masih merupakan tantangan yang harus kita atasi bersama .
Lantas bagaimana dengan dukungan regulasi untuk perempuan sebagai penyelenggara pemilu?. Pasal 10 ayat 7 dan Pasal 92 ayat 11 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah mengamanatkan bahwa komposisi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%. Di tingkat Pusat komposisi KPU RI masa jabatan 2022-2027 terdapat satu perempuan yang terpilih dari 7 anggota KPU artinya hanya 14%. Situasi serupa juga terjadi di Bawaslu RI yang memiliki satu perempuan sebagai anggota Bawaslu RI atau sekitar 20% dari jumlah anggota Bawaslu.
Terbaru dalam rekruitmen Bawaslu Provinsi masa jabatan 2022-2027, keterpilihan perempuan sebagai anggota Bawaslu provinsi kurang dari 15%. Dari total 25 provinsi hanya 10 provinsi yang memenuhi ambang keterwakilan perempuan. Sedangkan 15 Provinsi yang lain seluruhnya laki laki.
Masih belum terpenuhinya keterwakilan perempuan baik sebagai peserta maupun sebagai penyelenggara pemilu tentu saja bukan hanya tanggung jawab Partai Politik ataupun pemerintah tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama. Peningkatan Partisipasi perempuan harus dimulai dengan pentingnya keterbukaan akan paradigma kesetaraan Gender dalam keluarga dan pengertian bahwa berpartispasi dalam dunia Politik adalah salah satu bagian terpenting membangun masyarakat bangsa dan negara.
Dalam meningkatkan partisipasi perempuan dalam dunia politik partai politik memiliki andil dan peranan yang besar . Partai Politik sebagai sarana rekruitmen politik berfungsi mencari dan mengajak perempuan yang memiliki potensi untuk turut aktif menyampaikan aspirasinya dan merumuskan kebijakan yang berpihak kepada perempuan. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya partisipasi perempuan dalam proses politik juga perlu dilakukan. Dukungan regulasi adanya kuota keterwakilan 30% baik sebagai peserta pemilu ataupun penyelenggara pemilu tidak akan efektif jika pengetahuan, pemahaman ,keterampilan politik serta paradigma kesetaraan gender masih minim
Dengan adanya keterwakilan perempuan yang lebih tinggi dalam lembaga parlemen, kepentingan dan perspektif perempuan dapat lebih diperhatikan dan diwakili dalam proses pengambilan keputusan politik. Partisipasi perempuan yang aktif juga dapat memperkaya wacana politik dengan sudut pandang yang beragam, menghasilkan keputusan yang lebih inklusif dan representatif bagi seluruh masyarakat.
Partisipasi perempuan dalam proses pemilihan akan memberikan beragam perspektif dan kepentingan yang berbeda, sehingga keputusan yang dihasilkan dapat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi serta pengambilan keputusan politik guna terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender.
Selain itu, partisipasi perempuan juga dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang lebih inklusif dan mewakili seluruh lapisan masyarakat. Dengan melibatkan perempuan secara aktif, kebijakan dan program yang dihasilkan pun akan lebih komprehensif dan mengakomodasi kepentingan semua pihak. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan berbagai lembaga terkait untuk terus mendorong dan memfasilitasi partisipasi perempuan dalam Pemilu 2024. Langkah-langkah strategis seperti kampanye kesadaran, penyediaan fasilitas yang memadai, dan penghapusan hambatan-hambatan struktural harus diambil untuk memastikan bahwa setiap perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berpartisipasi dalam proses demokrasi. Partisipasi perempuan dalam pemilu bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tugas seluruh masyarakat. Dengan mendorong dan mendukung partisipasi perempuan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan demokratis. Pemilu 2024 adalah momentum bagi perempuan untuk mengambil peran aktif dalam menentukan masa depan negara ini. Mari bersama-sama memastikan partisipasi perempuan yang kuat dan berdampak pada Pemilu 2024.
Oleh: Maria Erni P
Anggota Bawaslu Kabupaten Kebumen