Ancaman Hoaks dan Disinformasi pada Pemilu Serentak 2024

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan momen penting dalam demokrasi, yang menjadi ruang bagi masyarakat untuk memilih wakil rakyat yang akan mewakili kepentingan mereka di lembaga legislatif dan eksekutif. Sayangnya, momen penting ini tercemar dengan adanya ancaman hoaks dan disinformasi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Hoaks dan disinformasi dapat mengancam integritas Pemilu dan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga demokrasi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menyikapi ancaman hoaks dan disinformasi dalam Pemilu di Indonesia.

Hoaks dan disinformasi dapat mengganggu Pemilu melalui kampanye politik, media digital (new media), dan media konvensional. Dalam beberapa kasus terakhir, hoaks dan disinformasi diproduksi dan disebarluaskan demi mempengaruhi hasil Pemilu dengan cara melakukan fitnah terhadap salah satu kandidat atau menyebar kebohongan mengenai proses Pemilu. Hal ini tentu saja sangat merugikan proses demokrasi yang seharusnya berlangsung jujur, adil, dan transparan.

Menyikapi fenomena ini, pemerintah dan otoritas terkait telah memperkuat regulasi dan peraturan terkait dengan media sosial. Misalnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menerbitkan peraturan yang mengharuskan platform media sosial untuk menghapus konten yang dianggap sebagai hoaks atau ujaran kebencian. Langkah ini dapat membantu meminimalisir penyebaran konten yang berpotensi mengganggu jalannya Pemilu.

Meskipun demikian, hoaks dan disinformasi tetap menjadi ancaman yang serius. Ada beberapa tantangan yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi tantangan ini. Pertama, pembuat dan penyebar hoaks dan disinfomrasi menggunakan teknik-teknik manipulatif yang sulit diidentifikasi. Oleh karena itu, perlu mempersiapkan tim ahli dan teknologi yang canggih untuk dapat mengidentifikas dan melawan hoaks dan disinformasi.

Kedua, hoaks dan disinformasi tidak memiliki definisi yang jelas dan terkadang sangat subjektif, sehingga menimbulkan kerancuan dalam beberapa kasus. Misalnya ada konten yang dianggap sebagai hoaks oleh satu pihak, tetapi tidak dianggap demikian oleh pihak lain. Maka, perlu adanya konsensus dalam mendefinisikan hoaks dan disinformasi sehingga menjadi lebih jelas.

Ketiga, belum adanya partisipasi aktif dari seluruh elemen dalam melawan hoaks dan disinformasi. Oleh karena itu, pemerintah, platform media sosial, media konvensional, tim kampanye politik, LSM, dan masyarakat harus berkolaborasi untuk menyediakan informasi yang benar, jelas, serta memerangi konten yang berpotensi mengganggu Pemilu.

Pemerintah harus meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan platform media sosial dengan cara membentuk tim ahli untuk mengidentifikasi dan menghapus konten yang dianggap hoaks dan disinformasi, serta melakukan kampanye edukasi kepada masyarakat sehingga dapat membantu pengguna media sosial memahami bagaimana mengidentifikasi dan melaporkan konten yang dianggap hoaks dan disinformasi. Selain itu, perlu juga menggandeng media konvensional yang sampai saat ini masih dianggap sebagai lembaga terpercaya dalam memberikan informasi, sehingga dapat berperan untuk memverifikasi kebenaran informasi yang disebarluaskan, juga dapat memberikan pendidikan dan literasi media untuk membantu masyarakat memahami dan mengenali hoaks dan disinformasi.

LSM dan masyarakat sipil juga dapat berkontribusi dalam memerangi hoaks dan disinformasi dalam Pemilu. LSM dapat melakukan pengawasan independen terhadap proses Pemilu dan melaporkan hoaks dan disinformasi yang mereka temukan. Sementara itu, masyarakat sipil dapat membantu memerangi hoaks dan disinformasi dengan membagikan informasi yang benar dan jelas serta membantu menyebarluaskan fakta yang sebenarnya.

Dalam kesimpulannya, hoaks dan disinformasi adalah ancaman serius bagi integritas Pemilu di Indonesia. Dalam menghadapi ancaman ini, perlu adanya pendekatan yang terintegrasi dan multidisiplin yang melibatkan peran dan kontribusi berbagai pihak, termasuk pemerintah, platform media sosial, media konvensional, LSM, dan masyarakat. Pemilu yang bebas dari hoaks dan disinformasi adalah sebuah impian yang sangat ideal, namun dengan kerja keras dan kerja sama dari berbagai pihak, impian itu dapat menjadi kenyataan.

Oleh: Jantan Putra Bangsa

Ketua Panwaslu Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta

Penulis

Share Article

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
Share on print

Recent Posts

Follow Us